Momen Pindahan
October 03, 2017
It's hard to say goodbye to
this city where I was so (un)happy and which I love so much. Moved to
Surabaya had been a wonderful experience. It’s good for me to be in a
different city and expand my horizons. For my first few years in the city, the
place fit me like a glove: I loved the city's energy and fast pace. Masih
gak percaya aku udah menghabiskan waktu 4 tahun di Surabaya, dan akhirnya
saatnya balik ke rumah tercinta. Sejujurnya aku masih gak nyangka aja kenapa dulu
bisa berakhir di Surabaya lol. Dulu gak ada rencana sama sekali untuk pindah ke
kota ini, boro-boro mau tinggal di sini, kepikiran daftar kuliah di sini aja gak
pernah. Tapi ya takdir berkata lain akhirnya aku harus menghabiskan 4 tahun
hidupku di sini *wow. Setelah pengumuman keterima di ITS, terus cepet banget harus pindah
ke Surabaya pokoknya pindahan gak sampe 2 minggu, langsung beli tiket,
dan cari kosan. Words I never thought I’d say that time: “is it time for me to
leave Bogor?” Cause I knew I wasn’t ready.
Banyak hal sih yang aku takutin waktu
pindah kesini, gimana ya lingkungannya, gimana ya orang-orangnya, I was so
nervous. Walaupun dulu udah pernah ngalamin hal ini di SMA (karena dulu TK-SMP
di Tangerang Selatan dan SMA pilih di Bogor), tapi pindah ke kota baru dan
lingkungan baru bukan perkara mudah. Kita bener-bener jadi orang baru di sini,
gak kenal siapa-siapa. Tapi lama kelamaan Surabaya udah kaya rumah buatku, sampe kadang bingung mendefinisikan arti “pulang”. Karena
di sini aku juga punya orang-orang terdekat yang aku temui tiap harinya, yang kalau
gak ketemu mereka kok rasanya kangen ya. Orang-orang ini yang membuat Surabaya
terasa seperti “rumah” kedua buatku.
Hari ini aku mulai mengulang momen
pindahan (lagi), seperti 4 tahun yang lalu saat aku harus meninggalkan rumah dan memenuhi
tanggung jawabku di kota ini. Surabaya banyak mengubah pola pikir dan sikapku.
Aku belajar untuk lebih bertanggung jawab sama diriku sendiri di sini. Mungkin
buat sebagian orang gak diawasin orang tua dan tinggal jauh dari orang tua adalah
sebuah kebebasan. Tapi buatku itu adalah sebuah tanggung jawab. Bahwa aku siap
tinggal jauh, menjaga kepercayaan orang tuaku, dan mengurus diriku sendiri di sini,
dan menjaga kepercayaan orang tua adalah bagian yang paling sulit. My mom once
told me, orang tua mungkin gak akan tahu semua kegiatan dan apapun yang aku lakukan
tiap detiknya, tapi orang tuaku punya “CCTV” yang siap 24 jam melihatku
dimanapun dan kapanpun, ya ada Allah yang siap menjaga dan melihatku,
karena itu juga orangtua ku tenang melepasku di Surabaya (padahal dulu aku
marah-marah kenapa orang tuaku segitu gampangnya ngelepas anak perempuan
satu-satunya buat merantau kesini, sedangkan anak laki-lakinya semuanya
sekolahnya deket L).
Momen pindahan ini bikin aku jadi inget momen-momen yang aku habiskan di kota ini. Jadi inget pertama
kali pindah kesini, pertama kali melihat ITS dan gedung PWK lol, pertama kali
nyobain penyetan, pertama kali denger “terang bulan” (re: di rumah taunya
martabak manis), pertama kali kenalan sama temen-temen angkatan, pertama kali
ikut kepanitiaan di kampus, pertama kali digonceng Auke lol, dan momen-momen
pertama lainnya, yang tanpa sadar ternyata itu momen pertama dan terakhir di
sini. Gak akan ada momen-momen seperti itu lagi.
My friend tell me that the things
you’ll miss about a place will sometimes be the silliest, and smallest things. Surabaya
mungkin bukan kota yang dingin seperti Bogor, Surabaya mungkin gak punya lumpia
basah, Surabaya mungkin gak punya hujan dari pagi sampe malem, Surabaya mungkin
bukan kota sejuta angkot. Tapi aku bakalan kangen sama kota ini, kangen sama
ITS, segitiga bermuda ITS (Gebang, Keputih, Mulyosari), penyetan di keputih,
nasi uduk bu lala, pecel pak djito, nasi padang gebang, sate ayam BNI, laundry di Gebang,
print-printan Mitra Jaya, parkiran PWK, dan panasnya+sumuknya Surabaya. No
matter how excited I am to go back home, leaving this city is still a decidedly
emotional moment. See you Surabaya!
0 komentar